Pasar Saham 2009 Masih Dihadapkan pada Kondisi Global dan Pemilu
Jakarta, (Analisa)
Pasar saham Indonesia pada 2009 masih akan menghadapi risiko ketidakpastian terhadap kondisi makro yang berkepanjangan serta pelaksanaan pemilihan umum (pemilu).
Menurut ramalan ahli ekonomi di AS, mulai April 2009, masih akan ada gelombang krisis keuangan gelombang kedua di AS, yaitu pinjaman kredit perumahan yang saat ini belum macet, akan ikut macet.
Pinjaman ini disebut "Adjustable Rate Mortgage" /ARM dan merupakan pinjaman ghenerasi ke 2 pengganti dari pinjaman perumahan awal/Initial Mortgage.
Pinjaman ARM ini lebih besar dari pinjaman macet Mortgage sekarang dan pinjaman ini mulai jatuh tempo pada April 2009.
Pengamat Ekonomi dari Bank BNI Ryan Kiryanto, pada akhir pekan ini mengatakan bahwa surat utang yang harus dibayar pada 2009 masih lebih besar sehingga keluarnya modal ke luar masih akan lebih besar, sehingga tekanan terhadap pasar saham (Bursa Efek Indonesia/BEI) masih akan berlanjut.
Ryan juga mengungkapkan bahwa selain faktor global, sentimen dari dalam negeri, yakni pelaksanaan pemilu legislatif dan presiden besaerta wakilnya juga akan mempengaruhi perekonomian Indonesia di 2009.
Tapi ekonom ini yakin bahwa pelaksanaan pemilu 2009 ini akan aman karena rakyat Indonesia sudah mengelami keletihan terhadap pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada).
"Rakyat kita sudah letih dengan pesta demokrasi yang panjang, sehingga tidak akan terjadi gejolak dan diperkirakan akan berjalan aman," ungkapnya.
Ia juga melihat dari pengalaman pelaksanaan pemilu 2004 yang justru Indeks Harga saham Gabungan (IHSG) BEI justru bergerak hijau (positif) dan 2009 juga diperkirakan seperti 2004.
"Kita lihat pengalaman 2004 IHSG yang hijau, dan saya perkirakan 2009 IHSG juga akan naik, level 1.500 mungkin bisa tercapai," katanya saat acara Media Gathering yang diselenggarakan Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) di Bogor 19-20 Desember 2008.
Keyakinan ini juga diperkuat dengan prediksi PT UBS Indonesia yang memperkirakan IHSG BEI di akhir 2009 akan berada di level 1.600.
Pasar kini berada pada 7,6 kali untuk PE (price earning) di akhir 2008, kami memprediksi adanya penurunan sebesar 9 persen di pasar plus EPS (earning per share) pada 2009. Target indeks kami di akhir 2009 adalah 1.600 (31 persen) meningkat dibanding saat ini engan asumsi rate bebas risiko sebesar 12,8 persen," kata UBS Head of Indonesian Research Joshua Tanja, dalam UBS Investment Research, Jumat (5/12).
Ketidakpastian terhadap kondisi makro yang berkepanjangan, menurut Joshua mungkin akan mpengaruhi ekspektasi terhadap keberlangsungan fiskal dan memburuknya aliran keluar modal domestik.
Sementara itu, Analis Riset PT Paramitra lfa Sekuritas Pardumuan, mengatakan bahwa pasar saham 2009 akan ditentukan oleh stimulus ekonomi di beberapa negara di dunia, terutama AS dan negara maju lainnya.
"Stimulus ekonomi ini yang akan jadi pegangan para investor untuk kembali masuk ke pasar saham," kata Pardumuan.
Analis Paramitra ini juga melihat kebijakan pemerintah Indonesia yang menurunkan harga BBM (bahan bakar minyak) dua kali pada Desember 2008 ini juga menjadi awal yang baik terhadap pasar saham.
"Kebijakan turunnya harga BBM mengakibatkan berkurangnya tekanan inflasi, sehingga bisa membuat Bank Indonesia (BI) kembali menurunkan suku bunganya (BI-rate)," kata Pardomuan.
Turunnya BI-rate ini akan berimbas pada penyaluran kredit perbankan kembali berjalan sehingga sektor riil kembali bergerak.
"Bergeraknya sektor riil ini akan memicu bergairahnya pasar saham di Indonesia," ungkap Pardomuan. Kondisi ini bisa membuat pasar saham Indonesia yang pada tahun ini terpuruk, dimana IHSG BEI berada di level terendah 1.166,409 atau turun jauh dari level tertinggi yang pernah dicapai 2.830,262 pada 9 Januari 2008. (Ant)
source :harian analisa